Jumat, 21 September 2012






A . Mengapresiasi musik tanjidor

Musik tanjidor berasal dari bahasa Portugis, yaitu tangedor, yang artinya kelompok musik berdawai. Musik tanjidor diperkenalkan oleh bangsa Portugis kepada masyarakat Betawi pada abad ke-19. Waktu itu musik tanjidor banyak berkembang di daerah pinggiran Jakarta, seperti di Citeureup, Cibinong, Cileungsi, Jonggol, Depok, dan Parung. Sebagian besar pemainnya adalah para petani di daerah tersebut.
Awalnya musik tanjidor dimainkan untuk penghibur tamu-tamu para tuan tanah dan bangsawan. Dalam perkembangannya, musik tanjidor dimainkan pada saat arak-arakan pengantin sunat, mengiringi pawai, malam tahun baru, dan sebagainya.
Para pemain musik tanjidor juga sering mengamen ke rumah-rumah penduduk untuk mendapatkan tambahan uang. Kegiatan mengamen ini semakin marak pada saat perayaan tahun baru Cina atau Imlek. 
Musik tanjidor biasanya dimainkan paling sedikit oleh tujuh orang. Alat musik tanjidor terdiri atas alat musik tiup seperti: klarinet, trombon, dan piston. Selain alat musik tiup, ada pula alat musik yang dimainkan dengan cara dipukul antara lain: snar drum, tenor drum, bass drum, dan genderang atau tambur. Alat musik pelengkap yang digunakan dalam orkes tanjidor adalah ring bells, biola, dan sebagainya.
Mulanya kelompok musik tanjidor memainkan lagu-lagu asing yang oleh penduduk setempat judulnya diganti menjadi: Batalion, Kramton, Bananas, Delsi, Was tak-tak, Cakranegara, dan Welnes. Pada perkembangan nya, kelompok musik tanjidor pun mulai memainkan lagu-lagu khas Betawi seperti: Surilang, Jali-jali, Cente manis, Kramat karem, Sirih kuning, dan Merpati putih.
Pada zaman sekarang, musik tanjidor sudah jarang dimainkan oleh masyarakat Betawi. Para pemain yang tersisa pun usianya sudah tua. Saat ini ada beberapa kelompok musik tanjidor yang masih bertahan di beberapa ddaerah di Jakarta seperti: di Cijantung dengan pimpinan Kong Nyaat, di Kalisari yang dipimpin oleh Kong Nawin, di Pondokrangon dengan pimpinan Kong Maun, dan di Ceger dengan pimpinan Kong Gejen.
Generasi muda betawi sudah tidak banyak yang mau memainkan musik tanjidor. Selain karena sulit dan perlu kesabaran untk mempelajarinya, musik tanjidor juga dianggap tidak dapat menghasilkan banyak uang. Generasi muda betawi saat ini lebih tertarik untuk mempelajari dan memainkan musik modern.

B. Menerapkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam musik tanjidor
Memainkan musik tanjidor harus kompak agar menghasilkan nada yang enak didengar. Kekompakan dan kerjasama sangat penting untuk mencapai keberhasilan bersama. Musik tanjidor dimainkan untuk menghibur warga dan para tamu yang hadir dalam sebuah pesta. Kebudayaan daerah kita adalah harta yang berharga. Selain menunjukan keluhuran bangsa, kita bisa memakai tanjidor untuk menarik turis asing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar